Minggu, 09 Agustus 2015

Bingung

Apa bingung akan selalu melanda ketika kaki hendak melangkah ke kehidupan selanjutnya? Setiap tangga yang akan dilewati, kita akan berhenti sejenak. menatap anak tangga di kanan, kiri, depan. Perasaan takut menyergap. Takut kalau-kalau pilihan itu ternyata salah. Atau takut-takut kalau kaki tak sanggup mencapai anak tangga. Dan membuat kita menggelinding di tangga bawah. Ah bagaimana. Mengangkat kaki-pun belum, mengapa ribut-ribut takut begini dan begitu?

Dulu, dulu sekali. Saya tak pernah bingung hendak melanjutkan kaki ke anak tangga yang mana. Semuanya begitu lurus-lurus saja. Dari TK, SD, SMP saya bersekolah di bawah naungan yag sama. Ketika menengah atas, saya sempat mecoba sebuah sekolah. Ternyata memang bukan jodohnya. Toh dengan lapang, saya menerima. Saya mendaftar juga ke sekolah yang sama dengan Abang saya. Nekat memang. meningat saya hanya seorang anak yang berasal dari kabupaten. Dengan NEM yag coba dibandingkan dengan teman-teman pasti saya di bawah rata-rata. Saya juga tidak punya sekolah cadangan saat itu. Rupanya langit tergugah dengan doa-doa yag selalu mengiringi saya. Seperti umi dan ayah. Niat saya dulu hanya ikut-ikutan juga tak dapat dipungkiri. Rupanya Allah ingin membuka mata saya lewat sekolah ini. Saya diajari banyak hal. Niat ikut-ikutan ini juga segera hilang begitu saja, ketika melihat betapa kehidupan yang tercipta di sekolah ini.

Dua tahun sudah. Sekarang sudah menginjak tahun ke-tiga. Katanya sih tahun terakhir dan sebagai tahun pembuktian. Sebagai tahun penentuan kelanjutan. Nah ini. Nah. Saya mulai bingung. Ini bukan terkait kakak, atau keinginan orang tua saya lagi. Ini tentang saya, diri saya, dan masa depan saya.

"Pernah ga sih mikir kita tuh beneran mau ini gak sih?"
"Sering. Terus ujungnya baca-baca alasan yang menguatkan buat disana"
"Jadi makin kuat atau jadi ragu?"
".................."

Saya sendiri juga heran dengan pilihan saya sekarang. Tapi banyak alasan yang terus menguatkan saya untuk ada disana. Coba kita cerita dulu. Sederhana saja, apa cita-cita saya dulu sewaktu kecil? Jadi guru TK. Padahal saya waktu itu masih TK. Mau tau apa alasannya? Karena saya bisa bahagia, setiap hari. Terus saya sadar, toh nantinya juga saya akan menjadi guru dan sekolah pertama bagi hm ya itu. Jadi saya masih bisa mencapai cita-cita saya. Semoga.


Dulu dokter pernah masuk jajaran mimpi saya. Mimpi saya untuk mewujudkan keinganan umi. Tapi saya sadar jiwa saya ga disana. Untungnya abang saya masuk kedokteran! Saya merasa terbebas. Ha. Walaupun sekaprang tidak jauh dari itu. Tapi saya senang membaca setiap artikelnya. Menikmati setiap menonton kasus-kasus walaupun masih agak ngeri.

Ah kan jadi bingung.