Jumat, 09 Februari 2018

Masak

Salah satu hobi saya yang mungkin ga diketahui dan diragukan oleh banyak orang adalah memasak. Cia! Ga ada tampang-tampangnya emang ya. Memasak juga jadi salah satu favorit saya karena saat itu akan muncul percakapan-percakapan dengan Umi. Percakapan mulai dari A-Z , dari serius sampai bercanda.


Enggaklah! Masakan saya ga se-wiwow itu hu hu hu. Belum setajam Umi feelingnya dalam rasa. Kalau masak bareng Umi saya mah cuma anak bawang. Yang bagian potong-potong, cuci-cuci, dan ambil bahan-bahan. Tapi saya senang. Saya dulu sering catetin resepnya Umi. Pokonya nanti harus bisa jago kaya Umi!


Saya beberapa kali pernah upload  gitu. Hehehe annoying gak sih. Komentarnya beragam sih. Kebanyakan adalah perihal istri idaman. Eh apa hubungannya? Saya seringkali bertanya-tanya. Emang kalau saya di dapur mengindikasikan untuk menyiapkan sesuatu gitu? Padahal biar ada kerjaan dan emang hobi saya kan acak-acak.


Saya sering nanya sama Umi,

"Emang dulu Umi pas nikah udah bisa masak?"


Umi menggeleng. Umi bilang memasak itu adalah sebuah proses belajar yang panjang. Asal ada kemauan. Saya senang dengar fakta itu. Saya jadi teringat sebelum kakak menikah, Ibu mertuanya sempat bertanya, apakah kakak bisa memasak atau enggak. Kaka hanya senyum-senyum.


Saya paham, setiap dari Ibu ingin memastikan bahwa anaknya berada di tangan yang tepat. Apalagi anak laki-lakinya yang mungkin cuma bisa makan masakan Ibunya. (Kaya Yasin sama Salman! Picky banget!)


Maka memasak menjadi sebuah syarat, sebuah parameter menjadi menantu idola, istri idaman.


Dan, saya tidak setuju!


Bagaimana degan gadis yang mungkin tidak berkesempatan belajar memasak sebelumnya? Dalam hal ini, saya bersyukur Umi selalu memaksa membantunya di dapur. Ketebalan potongan tahu-tempe, berbagai macam cara memotong wortel entah untuk sop, isian martabak, atau capcay, bumbu dapur yang saya masih sering tertukar. Tapi apakah kesempatan itu dimiliki setiap anak perempuan?


Atau mungkin soal waktu, soal bahan masakan, alat, dan hal-hal lain.

Atau mungkin sebuah keenggenan?

Atau soal cerita di balik dapur yang tidak diketahui oleh orang lain?

Siapa yang tahu.


Karena soal masakan adalah salah satu yang halal dan thayyib nya yang perlu diperhatikan. Tentang olahan yang tidak saja memanjakan perut tapi juga lidah, juga hati.


ngomong apa sih, sumi!!!!!!!!!



Salah satu cuplikan dari tulisannya Kurniawan Gunadi,


  • bu : kau kenapa , nak ? apa yang kau pikirkan ?
  • aku : ah ibu , aku hanya takut ibu tidak setuju dengan pilihanku ini
  • ibu : kenapa kau berprasangka seperti itu , nak ? apa yang terbaik dan menurutmu baik , ibu pasti setuju
  • aku : hmmmm . . . dia baik bu,insyaallah baik , rajin dan bersahaja , tapi satu yang mungkin mengganjal untuk ibu , dia belum bisa masak bu
  • ibu memasang muka masam , hanya sebentar , aku tertunduk , teringat sekali dulu ibu bilang bahwa ibu ingin seseorang yang pintar memasak , paling tidak seperti ibu , ibu pandai sekali memasak. katanya masakan itu bisa bikin seseorang tambah cinta.
  • lantas ibu berbicara
  • ibu : hahaaa tidak apa-apa , nak.
  • aku : sungguh bu , bukankah dulu ibu ingin perempuan yang pintar memasak sebagai salah satu syaratnya ?
  • ibu : nanti ibu yang akan mengajarinya , ibu yang akan menggemblengnya , kau tenang saja , paling dalam waktu 40hari , dia sudah jadi koki hebat seperti ibu , hahaha
  • ibu tertawa sejenak , aku lega
  • ibu : nak , berutunglah
  • aku : beruntung untuk apa ibu ?
  • ibu : karena calonmu itubelum bisa masak , kelak , masakan istrimu itu , kau menjadi laki-laki pertama yang mencicipi masakannya , setidak enak apapun , kau pasti akan tersentuh ketika dia berusaha keras untuk memasak makanan itu untukmu . kau adalah laki-laki yang beruntung karena yang merasakan masakannya pertama kali :)
  • aku : hahaha ibu bisa saja , terima kasih ibu . .


link lengkapnya  click!