Akhir-akhir ini saya menyadari bahwa saya terlalu sering
mengeluh. Sedikit masalah membuat saya mengeluh. Segala ketidakberesan membuat
saya mengeluh. Bahkan merasa kekurangan dalam hal ini dan itu membuat saya mengeluh.
Segala keluhan yang berdasar pada ketidak bersyukuran saya
dalam menjalani hidup dengan nikmatNya yang sudah luar biasa. Masih kurang
apalagi? Apa terlalu sering mendenga ke atas? Pemahaman yang kembali terkikis
bahwasannya setiap orang diberi rezeki dengan kadar yang berbeda. Tapi satu hal
bahwa Ia memberi kecukupan pada setiap HambaNya.
Mungkin saya yang belum bisa mengelolanya dengan baik
menjadi sebuah kecukupan. Mungkin rasa taqwa dan iman itu sedang layu hingga
terbujuk dengan hal-hal yang duniawi itu. Mungkin pemahaman yang baik belum
mendarah daging dalam raga ini. Dan segala kemungkinan lain yang membuat saya
rasanya ingin menangis.
“Lu terlalu sering
ngeluh”
“Ga bersyukur sih”
Saya pernah bercerita tentang rasa nyaman yang belum juga
tumbuh saat saya tinggal dan menjalani hari-hari disana. Saya pun menyesali tingkah yang kekanak-kanakan ini. Saya sering uring-uringan. Saya terbiasa tidak mengungkapkan
apa yang rasa sebenarnya. Jadi saya mengalihkannya dengan mengeluh. Laptop saya
error sedikit saya uring-uringan luar biasa. Flashdisk yang bervirus saya
ngomel tiada henti.
Sehingga saya bertanya, apa permasalahannya, Sum?
Kadang saya hanya ingin bilang bahwa saya sedang tidak
baik-baik saja ketika sendirian. Tidak ada lagi orang yang langsung tanggap
membantu pekerjaan saya, membantu setiap keperluan saya, menemani saya. Kadang
saya hanya ingin bilang bahwa saya merasa sepi di ruang berpetak 3 x 3 meter
itu. Susahnya menjadi seorang extrovert ketika energi yang saya dapat berasal
dari orang lain dari sekerumunan banyak orang, dan ketika saya sendiri saya
sadar sedang membakar diri saya sendiri.
But, life must go on.
Tetapi juga saya lupa bahwa ada Allah yang Maha
segala-galanya yang memberi kekuatan itu. Ada Allah yang akan mendengar setiap
menit dan detiknya. Ada Allah yang menemani dan selalu ada. Ada Allah yang akan mengulurkan tanganNya
dalam setiap kesulitan.
Sudah seberapa jauh saya dariNya?
Sesulit ini ternyata. Proses penyesuaian dan adaptasi yang
menguras tenaga. Padahal saya sudah sedikit percaya diri bahwa semua ini akan terlewati
seperti saya melewati adaptasi di SMA. Tapi ternyata jauh lebih sulit. Medannya
luar biasa, dan perlengkapan yang saya punya masih setengah matang
Banyak sekali hal-hal yang seharusnya tidak dipermasalahkan,
tidak dipikirkan berlebihan, tidak usah membuat uring-uringan sepanjang hari.
Mana Sumayyah yang kuat dan tangguh? Saya menyadari bahwa
makna nama itu begitu dalam. Sumayyah adalah perempuan yang kuat dan tangguh.
Ia berkomitmen kuat terhadap agamaNya. Kecintaannya pada Dia jauh melebihi
cintanya pada dirinya sendiri.
Lagi-lagi semuanya adalah tentang proses. baru menjalani satu bulan kan? Masih ada hari, bulan dan tahun selanjutnya. Proses yang mungkin memang tidak mudah dan instant. Proses yang mungkin kadang membuat menangis di awal. Proses untuk menjadi dewasa. Dewasa adalah sebuah pilihan yang mau tidak mau harus dijalani. Mari terus berprasangka baik. Mari berbahagia!
Sum, everything will be ok.
Sum, it will pass.
Sum, mari
menjadi Sumayyah yang sebenarnya!
Tunggu ya, sebentar lagi akan kembali jadi Sumi yang selalu berbahagia :)