Minggu, 11 September 2016

Pro.ses

Akhir-akhir ini saya menyadari bahwa saya terlalu sering mengeluh. Sedikit masalah membuat saya mengeluh. Segala ketidakberesan membuat saya mengeluh. Bahkan merasa kekurangan dalam hal ini dan itu membuat saya  mengeluh.

Segala keluhan yang berdasar pada ketidak bersyukuran saya dalam menjalani hidup dengan nikmatNya yang sudah luar biasa. Masih kurang apalagi? Apa terlalu sering mendenga ke atas? Pemahaman yang kembali terkikis bahwasannya setiap orang diberi rezeki dengan kadar yang berbeda. Tapi satu hal bahwa Ia memberi kecukupan pada setiap HambaNya.

Mungkin saya yang belum bisa mengelolanya dengan baik menjadi sebuah kecukupan. Mungkin rasa taqwa dan iman itu sedang layu hingga terbujuk dengan hal-hal yang duniawi itu. Mungkin pemahaman yang baik belum mendarah daging dalam raga ini. Dan segala kemungkinan lain yang membuat saya rasanya ingin menangis.

“Lu terlalu sering ngeluh”
“Ga bersyukur sih”

Saya pernah bercerita tentang rasa nyaman yang belum juga tumbuh saat saya tinggal dan menjalani hari-hari disana. Saya pun menyesali tingkah yang kekanak-kanakan ini. Saya sering uring-uringan. Saya terbiasa tidak mengungkapkan apa yang rasa sebenarnya. Jadi saya mengalihkannya dengan mengeluh. Laptop saya error sedikit saya uring-uringan luar biasa. Flashdisk yang bervirus saya ngomel tiada henti.


Sehingga saya bertanya, apa permasalahannya, Sum?


Kadang saya hanya ingin bilang bahwa saya sedang tidak baik-baik saja ketika sendirian. Tidak ada lagi orang yang langsung tanggap membantu pekerjaan saya, membantu setiap keperluan saya, menemani saya. Kadang saya hanya ingin bilang bahwa saya merasa sepi di ruang berpetak 3 x 3 meter itu. Susahnya menjadi seorang extrovert ketika energi yang saya dapat berasal dari orang lain dari sekerumunan banyak orang, dan ketika saya sendiri saya sadar sedang membakar diri saya sendiri.

But, life must go on.

Tetapi juga saya lupa bahwa ada Allah yang Maha segala-galanya yang memberi kekuatan itu. Ada Allah yang akan mendengar setiap menit dan detiknya. Ada Allah yang menemani dan selalu ada.  Ada Allah yang akan mengulurkan tanganNya dalam setiap kesulitan.

Sudah seberapa jauh saya dariNya?


Sesulit ini ternyata. Proses penyesuaian dan adaptasi yang menguras tenaga. Padahal saya sudah sedikit percaya diri bahwa semua ini akan terlewati seperti saya melewati adaptasi di SMA. Tapi ternyata jauh lebih sulit. Medannya luar biasa, dan perlengkapan yang saya punya masih setengah matang
  
Banyak sekali hal-hal yang seharusnya tidak dipermasalahkan, tidak dipikirkan berlebihan, tidak usah membuat uring-uringan sepanjang hari.

Mana Sumayyah yang kuat dan tangguh? Saya menyadari bahwa makna nama itu begitu dalam. Sumayyah adalah perempuan yang kuat dan tangguh. Ia berkomitmen kuat terhadap agamaNya. Kecintaannya pada Dia jauh melebihi cintanya pada dirinya sendiri.

Lagi-lagi semuanya adalah tentang proses. baru menjalani satu bulan kan? Masih ada hari, bulan dan tahun selanjutnya. Proses yang mungkin memang tidak mudah dan instant. Proses yang mungkin kadang membuat menangis di awal. Proses untuk menjadi dewasa. Dewasa adalah sebuah pilihan yang mau tidak mau harus dijalani. Mari terus berprasangka baik. Mari berbahagia!


Sum, everything will be ok. 
Sum, it will pass. 
Sum, mari menjadi Sumayyah yang sebenarnya!








Tunggu ya, sebentar lagi akan kembali jadi Sumi yang selalu berbahagia :)




Minggu, 04 September 2016

Tentang hidup yang akan terus berjalan.

Ada suatu waktu ketika rasanya ingin sekali menghetikan waktu. Entah di momen yang menyenangkan maupun yang menyedihkan. Entah karena kesibukan yang tak kunjung usai atau kebersamaan yang terbangun.

Kadang kala ingin menghela nafas sejenak, duduk bersandar, berdiam diri. Atau dalam kondisi sebaliknya ingin merekam lebih lama orang-orang yang membersamai kita yang akhir-akhir ini jarang sekali kita temui.

Dua puluh empat jam bagimu adalah rapat disana-sini, sejam kemudian sudah berada entah dimana, bertemu dengan siapa. Dua puluh empat jam bagi orang lain adalah belajar dan belajar, mencari tambahan biaya. Mungkin dua puluh  empat jam orang lain adalah untuk menjamin bahwa hidupmu sampai saat ini masih terus berjalan.

Tapi waktu yang disediakanNya sama, masih dua puluh empat jam. Entah kita untuk mengisinya dengan apa, dengan siapa, dan dengan bagaimana.

Tapi waktu terus berjalan.

dan kisah hidup setiap mili detiknya akan terus terukir.

Sabtu, 03 September 2016

Kepada hati yang sering tidak berhati-hati, tolong hati-hati.