Saya selalu suka menjadi Sumayyah kecil. Bukan hanya saja
soal fisik, sih. Sumayyah kecil yang saya kenal adalah anak yang mudah sekali
termotivasi. Dulu saya pernah nonton 100 mimpinya Pembuat Jejak. Video itu
viral banget dan selalu ada di training motivasi. Dan Sumayyah kecil pun dengan
sotaunya ikut-ikutan.
Saya nulis di selembar kertas. Saya bahkan mengingat saya
menulis dengan spidol pink. Mimpi-mimpi yang terkesan tidak masuk akal dan sok
tahu. Kalau tidak salah saya waktu itu masih kelas 6 atau 5 (atau 4 ya?!) SD.
Entah kemudian saya melupakan tulisan-tulisan itu. Selembar
kertas yang entah disimpan dimana. Saya kemudian masuk SMP. Kemudian ritual
beres-beres yang dilakukan di setiap semester menemukan saya dengan
kertas-kertas itu. Saya lupa tepatnya kelas berapa, kalau tidak salah di
penghujung SMP.
Tapi betapa terkejutnya bahwa ada beberapa nomor yang
ternyata perlu saya coret.
Jadi ketua OSIS
How a surprise.
Saya mikir apasih nulis kaya gitu? Saya juga lupa pernah nulis itu. Ada
beberapa lainnya yang saya coret. Saya merasa terharu, sedih, entah apa
namanya. Sekaligus senang juga. Kemudian saya kembali menambahkan mimpi-mimpi
itu. Kemudian siklus berulang kembali. Saya melupakannya lagi.
Liburan semester alias tingkat yang super panjang jadi
momentum buat beresin lemari. Akhirnya saya bener-bener bongkar lemari. Dan
saya kembali nemuin kertas-kertas mimpi itu lagi.
Pergi ke Bali
Masuk kuliah lewat
undangan
Lagi-lagi saya merasa tertampar. Hah? Buat saya pergi ke
Bali itu adalah sesuatu yang wow. Karena keluarga saya memang jalan liburan
gitu hehe. Saya inget betul sebelum naik kelas 12, saya pergi ke Bali sama
seorang teman. Itupun karena menang lomba selfie dan kita dapet tiket garuda
pulang-pergi. Aneh sih, tapi...
Ada banyak mimpi lainnya yang dicoret juga. Ada juga yang
akhirnya saya silang dan tulis penggantinya. Masuk FK misalnya. HEHEHE. Tapi
Allah takdirkan saya menjadi calon sejawatnya mereka.
Mimpi-mimpi itu menyadarkan bahwa bahkan ketika saya
melupakannya Allah membersamai memeluk saya dengan mimpi-mimpi itu. Walaupun
banyak juga yang tidak tercapai karena masanya sudah lewat, saya tahu Allah
ganti dengan yang sebaik-baiknya.
Allah mendengar setiap apa yang diharapkan. Saya merasa
bersalah juga sih ga mewujudkan mimpi itu dengan penuh ikhtiar. Ga bisa
berhenti bersyukur bahwa Allah mendengar mimpi-mimpi itu. Mimpi-mimpi yang apasih banget Allah jadikan dengan caraNya yang
paling baik.
Huhuhuhu mau menangis. Menjadi Sumayyah kecil, menjadi
seorang pemimpi adalah satu hal yang ingin saya abadikan hingga semuanya
berakhir di dunia. Saya akui menjadi seiring bertambahnya usia, saya menjadi
semakin realistis. Atau takut? Rasanya mau menulis target-target saja sudah
merasa gamang tidak dapat dicapai.
Sum, bahkan Alllah saja tidak pernah mengecilkan mimpi-mimpi
kamu.
Sudah siap jadi pemimpi lagi, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar