Dalam sebuah staffing,
"Aku mau pilih yang haha hihi!" , saya tertawa, bercanda.
"Ih jangan semua yang sebangsa sama Sumi, nanti image keputriannya ilang!" , saya tertawa lebih keras lagi.
Dalam sebuah wawancara,
"Jadi kenapa kamu pilih keputrian?"
"Iya teh soalnya.. ingin jadi muslimah yang lebih baik lagi. Kan keputrian.."
Dalam sebuah percakapan bersama adik tingkat,
"Masuk keputrian dong!"
"Engga ah , teh! Ga cocok! Aku kan ga anggun, ga cewe banget"
Lah?
Tahun ini saya diberi amanah jadi kepala departemen yang orang pasti mengiranya bercanda. I know. Lucu aja sih. Kebayang gak?
Kemaren kumpul sama kadept-kadept lain se-Unpad, dan rasanya, mo pulang aja, bobo-bobo di kosan. Apa ya, tipikal yang kalau ketawa ga lebar-lebar, ngomongnya santun enak didenger, yang kalau duduk tuh sist, apa sih namanya? Bukan sila lebar-lebar lah yang jelas.
Heuuuuh. Lagi dan lagi.
Kira-kira dua atau tiga tahun yang lalu saya pernah merasakan hal yang sama pas saya kepilih jadi Mas'ulah FSRB (ketua perempuannya gitu di forum rohis se-bogor-eun ). Ih mo ngumpet aja rasanya. Katanya Sumi orang yang urat malunya udah dijadiin baso urat bulat-bulat?
Kejedot angkot? check
Jatoh di trotoar sambil nyerodot? check
Jatoh di tangga gedebag gedebug? check
Yel-yel ala-ala sampe suara serek? check
Bacain puisi sambil tawa-tawa sekelas? check
Salimin abang ojek? check
Lupa lepas helm gojek? Dipakein helm sama abangnya? check check check!
Tapi kalau ketemu mereka, saya malunya luaaaaaaaaar biasa. Minder banget. Liat kerudungnya adem. Liat mukanya tenang. Denger suaranya berasa minum langsung dari mata air.
Terus kenapa gitu , Sum?
Saya sibuk memikirkan ini dan itu. Ga percaya diri. Merasa ga pantas. Merasa masih jauh dari hal-hal baik seperti itu.
Masa, Sum?
Terus mau apa?
Adalah pertanyaan yang sering saya ulang-ulang. Kok kamu jadi nyalahin keadaan sih? Kok malah jadi mundur?
Walau satu ayat
Serulah kamu dalam berbuat kebaikan dan mencegah kemunkaran
sum, sum, sum,
udahan sibuk sama diri sendirinya?!
Jadi, Sum, mereka adalah mereka. Kamu adalah kamu. Sepakat?
Semoga pemahaman saya mengenai perbaikan diri yang setiap orang punya jalannya, punya caranya masing-masing terus tertanam.
Pelan-pelan ya, Sum?
Saya jadi teringat kata teteh mentor jaman SMA,
“Islam tidak membunuh karakter, kok. Ga ada yang maksa harus
jadi akhwat pendiem.
Karena karakternya memang diciptakan begitu. Malah kadang jadi warna
tersendiri, yang bahkan karakternya cocok untuk dakwah di segmen tertentu”
semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar